
Pemuda itu bernama Jean-Baptiste Grenouille. Di kota Paris yang penuh dengan bermacam-macam bau, dia justru lahir tanpa bau tubuh. Yang membuatnya semakin istimewa adalah indera penciuman yang lebih tajam dari manusia manapun. Dia mampu mengingat ribuan—bahkan jutaan aroma. Grenouille tak perlu menggunakan mata, dia mampu melangkah dalam gelap sekalipun hanya dengan petunjuk bau yang diresapi hidung-ajaibnya.
Grenouille tahu hidungnya memiliki keistimewaan. Semenjak menguasai seni meramu parfum dari seorang ahli parfum ternama di Paris saat itu, Grenouille mulai terobsesi untuk menciptakan parfum yang aromanya tidak akan pernah tertandingi oleh parfum manapun. Dia tahu aroma apa yang akan menyempurnakan parfumnya. Aroma perawan!
Patrick Süskind merangkai cerita Si Kutu Psikopat ini (begitu dia menyebut sang genius) dalam plot-plot yang mengalir. Dikisahkan mulai dari awal hidup Grenouille, bagaimana dia tumbuh, bagaimana bakatnya berkembang, sampai pada puncak kegilaan si genius. Semua dituturkan dalam diksi yang sangat kaya akan imajinasi namun rasional. Pikir deh betapa cerdasnya Süskind saat mendeskripsikan bagaimana aroma bayi (saya sendiri nggak tahu kalau manusia itu punya aroma-aroma tertentu—seperti susu atau keju basi, misalnya). Di sini seolah Süskind membuat kita percaya bahwa aroma bayi adalah seperti bau karamel. Itu hanya salah satu contoh dari diksinya tentang bau-bauan. Belum lagi saat dia mendeskripsikan aroma perawan. Mungkin bahasa yang dipakainya terlalu sensasional. Namun begitu, kita jadi paham bagaimana seorang Grenouille yang diberkahi indera penciuman (yang bisa dikatakan) “sempurna” tergila-gila hingga membuatnya terobsesi untuk menjadikannya parfum. Man! Saya sangat menyukai pembentukan karakter Grenouille. Süskind menuliskannya dengan begitu apik, jelas; perlahan-lahan hingga menjadi karakter utuh yang kuat.
Secara keseluruhan, Perfume bisa dikatakan bagus. Apalagi novel ini sudah menjadi international bestseller. Menurut saya, ceritanya bisa lebih menarik jika sang penulis tidak hanya menekankan kejeniusan-menyimpang Grenouille saja. Plot-plot perburuan-perawan kurang mendapat sentuhan yang lebih kuat. Harusnya di sini yang menjadi puncak kengerian buku ini. (Tapi sebenarnya dengan yang sudah ada saja saya sudah cukup bergidik ngeri xD). Süskind mengakhiri cerita dengan cukup bijaksana. Yah… mungkin jauh dari yang saya harapkan. Namun cukup pantas menjadi akhir kisah dari seorang genius-menyimpang seperti Grenouille. Sebuah akhir yang tidak akan pernah kau sangka-sangka. So, don’t you stop reading till the last page!
pic from dastanbooks.com
0 komentar:
Posting Komentar